Ini Cinta Ibumu Mana Cintamu?

10:24 AM Edit This 0 Comments »



Rambutnya kusut, dahinya berdebu.
Tubuhnya kurus kecil dibalut pakaian
lusuh sobek di sana-sini. Ia duduk
mendekap bayi mungilnya yang tak
jauh kondisinya. Meski dalam
kekurangan, sang ibu tampak begitu sayang pada sang anak.


Kecintaan seorang ibu kepada anaknya tak bisa dipungkiri oleh siapapun. Manusia manapun sedikit atau banyak tumbuh dan berkembang dalam belaian tangan lembut seorang ibu. Ia rela mengorbankan waktu, tenaga, pikiran dan perasaanya untuk sang anak. Ibu rela untuk tak terpejam matanya walau kantuk menyerang dengan hebat, di saat anaknya sakit dan demam di malam hari.ibu pun rela memberikan jatah makanannya untuk sang anak, meski perutnya sendiri melilit kosong kelaparan. Cinta seorang ibu adalah cinta ajaib. Walaupun sebagian ibu-ibu sekarang ada yang bertingkah laku bertentangan dengan sifat keibuannya, seperti membuang atau membunuh bayinya, toh tetap tak menghilangkan pengakuan semua orang bahwa para ibu secara umum punya kasih sayang tak berbalas pada sang anak. Anggap saja bahwa sebagian ibu yang kejam dan kelewatan tadi hanya perkecualian.

Kelebihan Cinta
kecintaan ibu pada anak terkadang mengalahkan segalanya. Sampai ia rela mengorbankan dirinya tanpa perhitungan sama sekali. Sebagaimana kisah berikut ini.
Dahulu ada seorang ibu tua yang hidup ditemani oleh seorang anak laki-lakinya. Sang ayah telah lama meninggal dunia. Hidup dalam kondisi kekurangan dan tanpa ayah ternyata tak menyebabkan sang anak menjadi lebih baik. Bahkan sebaliknya, anak tersebut tumbuh nakal, beringas bahkan melakukan perbuatan krminal. Sang ibu tak pernah berhenti berdo’a memohon hidayah kepada Allah SWT untuk anaknya. “ Rabbi, sadarkanlah anakku yang kusayangi ini, agar tidak berbuat maksiat lebih banyak lagi. Aku sudah tua dan aku ingin menyaksikan dia bertaubat sebelum aku mati,” demikian diantara do’anya.
Namun si anak belum juga jera berbuat kemaksiatan. Hingga suatu hari, ketika ia mencuri di sebuah desa, ia pun tertangkap basah. Dengan kasar, ia diseret ke hadapan raja untuk diadili. Setelah ditimbang berdasarkan perbuatan kriminal yang pernah ia lakukan maka tanpa ampun si anak dijatuhi hukuman pancung. Ini hukuman yan lazim di Negara itu. Tentu saja hukuman ini berbeda dengan hukuman yang biasa dijalankan di sebuah pemerintahan Islam, yaitu potong tangan.
Pengumuman hukuman itu disebarkan ke seluruh pelosok negeri. Hukuman pancung akan dilaksanakan keesokan harinya, di depan rakyat, tepat pada saat lonceng hukuman berdentang, menandakan pukul empat pagi.
Berita hukuman tadi terdengar juga ke telinga sang ibu. Dengan tertatih-tatih, ia mendatangi raja dan memohon supaya anaknya dibebaskan. Sayangnya keputusan sudah bulat, si anak harus tetap menjalani hukuman. Dengan hati hancur si ibu kembali ke rumah. Ia tak berhenti berdo’a agar anak satu-satunya itu diampuni. Karena kelelahan berdo’a ia tertidur.
Keesokan harinya, di tempat yang telah ditentukan, rakyat berbondong-bondong menyaksikan hukuman pancung tersebut. Algojo telah bersiap. Sang anak telah pasrah. Terbayang di pelupuk matanya wajah ibunya yang sudah tua. Tanpa terasa ia menyesali perbuatannya. Detik-detik yang dinantikan akhirnya tiba. Sampai waktu yang ditentukan, lonceng hukuman belum juga berdentang. Suasana mulai gaduh. Sudah lewat lima menit dari waktu yang ditentukan. Akhirnya didatangilah petugas membunyikan lonceng. Dia sendiri juga keheranan, karena sudah sejak tadi menarik lonceng, tapi suara dentangnya tak berbunyi. Ketika mereka sedang terheran-heran, tiba-tiba dari tali petugas penarik lonceng, mengalir darah. Darah tersebut mengalir dari atas tempat lonceng diikat.
Dengan penuh tanda Tanya, seluruh rakyat menantikan saat beberapa orang naik ke atas menyelidiki sumber darah itu. Ternyata ditemukan, di dalam lonceng besar itu kepala si ibu tua hancur berlumuran darah. Ia memeluk bandul dalam lonceng yang mengakibatkan lonceng tak berbunyi. Sebagai gantinya kepalanyapun hancur karenanya. Pikirnya, bila lonceng tak berbunyi maka sang anak tadi tak dihukum pancung. Seluruh orang yang menyaksikan kejadian itu tertunduk dan meneteskan air mata. Cinta sang ibu tak bias disangsikan, namun tentu perbuatan layaknya bunuh diri seperti itu tak bias dibenarkan. Cinta tak boleh mengalahkan kesabaran yang hukumannya wajib saat musibah mendera.



Mana Cinta Kita???
Bila cinta ibu pada kita sedemikian besar, lantas bagaimana cinta kita kepada kepadanya? Cinta ibu memang tak berbalas namun sepantasnya kita melaksanakan perintah Allah SWT.
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu-bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” [Lukman:14]

By:eLfata

0 your comment:

Komentar Kamu