UU Pornografi Vs. Hak Atas Privasi: Catatan Kritis atas UU Pornografi

10:18 AM Posted In Edit This

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi janji saya untuk Kang Kombor, sebagai pendukung Kang Kombor untuk maju dalam Pemilihan Legislatif nanti, tentulah Kang Kombor memerlukan briefing atas pandangan lain terhadap UU Pornografi, agar Kang Kombor tidak terjebak dalam pandangan anti Islam dan atau tidak mau diatur.
Catatan ini tidak dimaksudkan sebagai catatan kritis atas semua hal dalam UU Pornografi akan tetapi hanya membuat sorotan khusus terhadap ketentuan-ketentuan tertentu dalam UU Pornografi yang bertalian dengan Hak Atas Privasi.
Untuk memudahkan akan saya buat dalam Box khusus yang menggambarkan catatan kritis saya terhadap ketentuan-ketentuan dimaksud:
Pasal
Catatan
Pasal 4 Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang memuat:
a.persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
b.kekerasan seksual;
c.masturbasi atau onani;
d.ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; atau
e.alat kelamin.
Pasal ini tidak mempunyai tujuan yang jelas antara perbuatan apakah yang hendak dilarang dan tujuan apakah yang dicapai dengan melakukan kriminalisasi secara luas. Pada umumnya materi kesusilaan (explicit pornography content) dilarang apabila ditunjukkan, disiarkan, atau disebarluaskan. Namun dalam pasal ini kegiatan memproduksi atau membuat menjadi kegiatan yang dilarang oleh hukum.
Dalam konteks tertentu (misalnya dalam perkawinan), apakah tidak dibenarkan membuat suatu koleksi pribadi untuk dapat dinikmati secara pribadi? Jika melihat penjelasan pasal ini hal tersebut termasuk salah satu yang dilarang oleh UU Pornografi
Contoh Kasus
Mungkin pernah mendengat kasus Itenas atau kasus Yahya Zaini.
Jika kasus tersebut menjadi contoh, terlepas apakah perbuatannya benar atau tidak, si pembuat (yang tujuannya sebenarnya untuk koleksi pribadi) dan pengganda dapat menjadi pelaku secara bersama-sama
Pasal 5 Setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1). Pasal ini tidak mempunyai tujuan yang jelas antara perbuatan apakah yang hendak dilarang dan tujuan apakah yang dicapai dengan melakukan kriminalisasi secara luas Rumusan pasal ini seharusnya hanya menjangkau hanya pada pihak yang menyebarluaskannya, karena jika pasal ini diterapkan maka proses penggunaan yang hanya dipakai untuk kepentingan pribadi memerlukan ijin khusus dari pemerintah yang akan diatur kemudian melalui Peraturan Pemerintah (vide Pasal 15). Peluang terjadinya korupsi ataupun pemerasan akan sangat tinggi
Pasal 6 Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan. Pasal ini tidak mempunyai tujuan yang jelas antara perbuatan apakah yang hendak dilarang dan tujuan apakah yang dicapai dengan melakukan kriminalisasi secara luas Rumusan Pasal ini sekali lagi tidak memperhatikan apabila ada kondisi khusus sebagaimana yang telah saya jelaskan dalam catatan saya di Pasal 4 dan pasal 5
Pasal 16 Setiap orang berkewajiban melindungi anak dari pengaruh pornografi dan mencegah akses anak terhadap informasi pornografi. Ketentuan ini juga tidak punya kejelasan, karena sesungguhnya perbuatan memiliki, menyimpan, mengunduh, dan mengakses sudah dilarang dan tidak seorangpun di Indonesia memiliki hak untuk menyimpan, mengunduh, dan mengakses kecuali sudah diberi ijin. Lalu kenapa kewajiban ini masih menjadi kewajiban warga negara, padahal perbuatan memiliki, menyimpan, mengunduh, dan mengakses telah dilarang, seharusnya jika konsisten, maka pemerintahlah yang punya kewajiban ini.
Pertanyaan lebih lanjut, bagaimana jika kewajiban ini tidak dipenuhi, akankah akan menuai gugatan perdata atas dasar perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata?

Komentar Kamu