Pornografi dan Pornoaksi

3:00 PM Posted In Edit This 0 Comments »

Salah satu dari sekian banyak persoalan yang masyarakat Indonesia perselisihkan adalah geliat pornografi dan pornoaksi di tanah air. Sikap sebagian masyarakat yang menolk didasarkan pada pertimbangan relitas, yakni meningkatnya angka kejahatan seksual. Aksi-aksi turun jalan memprotes beredarnya majalah prno dan kegiatan-kegiatan yang berbau pornografis (pornoaksi) terjadi secara bergelombang di berbagai wilayah. Kelompok ini bayak dimotori oleh kalangan kiai dan agamawan “garis keras” yang prihatin atas makin maraknya angka kejahatan sebagai akibat mewabahnya dua “penyakit” di atas. Tak jarang aksi mereka disertai dengan sweeping terhadap kios-kios dan toko-toko yang menjual media porno dan tempat-tempat yang disinyalir digunakan untuk aksi “bugil”.

Memang di satu sisi aksi yang mereka jalankan patut diacungi jempol. Namun, di sisi lain, luapan emosi mereka justru menghilangkan sisi kesantunan “amar makruf nahi mungkar” yang semestinya tetap mereka jaga. Emosi mereka yang over load, justru berakibat pada munculnya aksi-aksi tandingan. Inilah yang dikhawatirkan sebagai pihak, terjadinya benturan dua kekuatan arus besar yang tak pernah ada ujungnya.
Dan benturan dua arus besar tersebut, mendapat sorotan banyak pihak, termasuk kalangan wakil rakyat. Menyikapi persoalan ini, bagi mereka adalah hal yang tidak mudah. Mereka harus berada di tengah (moderat). Istilah Jawa-nya, bisa ngemong kedua belah pihak. Tuntutan dibuatnya Rancangan Undang-Undang Anti Pornogfrafi dan Pornoaksi yang tidak semudah membalik tangan. Tapi Alhadulillah pada tahun 2008 kemarin pemerintah sudah mengesahkan RUU ini menjai UU.
Bagi mereka yang pro jika RUU tersebut ditetapkan menjadi UU merupakan keberhasilan gemilang dalam usaha menekan kemaksiatan tersebut, yang selama ini mereka anggap sebagai akar masalah muncul dan meningkatnya angka kriminalitas seksual. Sedangkan, jika RUU tersebut gagal, bagi mereka merupakan kegagalan bangsa ini dalam membangun tatanan masyarakat yang bermoral. Kekhawatiran mereka tersebut terlepas dari pertimbangan-pertimbangan aspek mana pun, termasuk bangkrutnya industri pariwisata di tanah air serta dampak-dampak lain yang bersifat politis, baik secara nasional maupun internasional.
Sedangkan, kelompok kedua, jika RUU tersebut terbentuk dan disahkan dalam bentuk UU, mereka khawatir akan berdampak luas. Secara ekonomi, jelas bahwa kondisi pariwisata tanah air akan menurun,setidak-tidaknya mengganggu industri dan kondisi pariwisata yang sudah mulai mengeliat pasca serangan Bom Bali I dan II. Hal ini akan sangat berpengaruh kuat pada daerah-daerah yang kaya dengan pariwisata. Bali dan Lombok, misalnya, merupakan dua daerah yang kondang menjadi junjungan wisatawan mancanegara. Ditetapkannya RUU tersebut menjadi UU, dikhawatirkan akan mengurangi pendapatan asli daerah yang selama ini tertunjang dengan industri pariwisata.
Dilihat dari sisi budaya jika RUU tersebut ditetapkan, akan menghilangkan kesan “surga budaya” bagi negeri ini. Mengapa? Jelas konsekuensinya adalah dihilangkannya segala bentuk media yang diklaim berbau pornografi dan pornoaksi, termasuk candi, salah satu jejak leluhur yang sarat dengan teknologi masa lampau. Kalaupun RUU tersebut hanya ditekankan pada media cetak, sangat tidak adil karena gambar-gambar “menantang” justru lebih tampak dan nyata terlihat pada candi-candi.Candi Sukuh di Karanganyar, misalnya, tidak ada sedikitpun “sensor editing” di dalamnya. Yang menjadi pertanyaan, apakan seperti itu juga kena batunya? Adilkah jika hanya media cetak bergambar porno yang kena, padahal penampilan di dalamnya banyak yang tidak begitu vulgar atau setengah telanjang, misalnya, dibandingkan dengan relief candi yang lebih vulgar? Adilkah jika yang terkena batunya hanya aksi panggung seronok dan berbaju bikini modern, sedangkan tari-tarian tradisional yang sarat budaya dengan tampilan baju “tidak penuh” dibebaskan?
Sedangkan, dari sisi politis, jika RUU tersebut ditetapkan, akan memancing gelombang tekanan politis, baik dari dalam maupun luar negeri. Dari dalam negeri, akan muncul sikap-sikap mbalela atau munculnya protes-protes politis kedaerahan disebabkan secara ekonomis daerah tersebut sangat dirugikan oleh munculnya RUU itu. Sikap yang demikian ini dikhawatirkan akan berdampak luas, seperti sentimen kedaerahan hingga timbulnya disintegrasi bangsa. Dan luar negeri, juga sama. Industri-industri pariwisata yang selama ini bekerja sama dalam menyuplai wisatawan ke negeri ini juga akan merasa dirugikan, bangkrut. Lebih-lebih kalangan sejarawan dan budayawan, mereka akan kehilangan berbagai monumen sejarah dan kekayaan peradaban dunia akibat RUU tersebut.

0 your comment:

Komentar Kamu